Rabu, 04 Agustus 2010

SBUAH PROSES ...............

Tari adalah sebuah karya fiksi (rekaan) diciptakan berdasarkan imajinasi tertentu.  Imajinasi yang ditontonkan adalah berupa gerak yang dieksploitir untuk menyatakan segenap peri kehidupan manusia dan gerak yang dipergunakan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan manusia.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1999), tari adalah sebuah susunan gerak ritmis yang indah.  Sedangkan menurut Sardono W. Kusumo, tari adalah kebiasaan yang turun-temurun dalam masyarakat.  Ia merupakan kesadaran kolektif sebuah kelompok masyarakat, sifatnya sangat kompleks sekali meliputi kompleksitas kehidupan sehingga sukar sekali disisihkan dengan perincian yang tetap dan pasti.
Menurut sejarah kebudayaan manusia, tari telah ada sejak manusia ada.  Bentuknya yang paling sederhana disebut mimesis artinya tiruan alam sekitar manusia.  Tari diciptakan seorang seniman tari (koreografer) dalam masyarakat pendukungnya kemudian diwariskan turun temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya.  Dalam pewarisan itu, ada unsur-unsur yang dipertahankan tetapi ada juga unsur yang ditambahkan disesuaikan dengan perkembangan zaman.  Tari dalam masyarakat pendukungnya telah menjadi Folklore.  Tari sebagai karya folklore termasuk dalam Partly Verbal Folklore (Folklore Setengah Lisan).
Tari mempunyai delapan fungsi, yaitu :
1.     Sebagai sistem proyeksi diri pribadi atau kelompok masyarakat
2.     Untuk mengesahkan kebudayaan
3.     Sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial (pengendali sosial
4.     Sebagai alat pendidikan
5.     Sebagai pemberi jalan yang dibenarkan oleh masyarkat untuk mencela orang
6.     Sebagai pemrotes ketidakadila dalam masyarakat
7.     Sebagai pelarian dari himpitan hidup sehari-hari
8.     Untuk hiburan
Tari secara umum, dibagi menjadi tiga yaitu :
1.     Tari Tradisi : Bentuk gerakan yang masih asli dan diturunkan langsung dari satu generasi ke generasi berikutnya.  Biasanya tarian ini dalam bentuk upacara adat, upacara ritual dan dilakukan secara massal. Unsur yang digunakan dalam tarian ini adalah penjiwaan. (Balia, Raego, Jinja, Vunja)
2.     Tari Kreasi : Bentuk tari dengan gerak tradisional atau kedaerahaan yang telah dikembangkan sesuai fungsi dan situasinya.  Unsur yang digunakan dalam tarian ini hiburan kepariwisataan.
3.     Tari Modern :  Bentuk tari yang memegang konsep utuh, biasanya memadukan gerak tradisi dan kreasi dalam satu garapannya.  Unsur yang digunakan dalam tarian ini adalah artistik dan konseptualnya. (Tari Balet, Tari Kontemporer, Break Dance, Hip Hop and Floor Dance)
Tari melihat perubahan-perubahan yang berlangsung dalam masyarakat.  Dalam dunia penciptaan tari, arus modernisasi sudah mulai terasa di Indonesia sejak seperempat abad yang lalu (sekitar 1970-an).  Hal itu setidak-tidaknya ditandai oleh karya fenomenal Sardono W. Kusumo berjudul “Samgita Pancasona” dan juga gebrakan dari Bagong Kusuadiardjo dengan beberapa karya tarinya.  Arus perubahan ini dianggap sudah cukup mapan dan membawa pengaruh baik dalam dunia penciptaan tari di Indonesia. 
Dunia penciptaan tari Indonesia sangat bangga memiliki seorang koreogrfer-penari sehebat Sardono W. Kusumo yang telah mulai melakukan “terobosan”nya seperempat abad lalu.  Kini telah terbukti bahwa karya-karyanya dapat berdampingan secara serasi dengan berbagai tari tradisi Indonesia yang telah mapan dan cenderung stagnasi.
Modernisasi penciptaan tari di Indonesia dewasa ini yang semakin beraneka ragam bentuk dan implementasinya, semata-mata bukanlah kemasan atau hasil rekayasa terhadap puncak-puncak kebudayaan Indonesia, lebih dari itu merupakan sebuah ekspresi yang dilandasi “sikap budaya” sebagai manivestasi proses pemahaman terhadap berbagai kenyataan yang muncul diseputar para koreografer.
Terobosan tari dan arus pendobrakan yang dimulai tahun 1970-an membawa dampak bahwa tari tidak selalu bisa dikaitkan dengan tradisi setempat semata-mata.  Tari menjadi seni yang sangat berurusan dengan sejarah pribadi atau partisipasi pribadi yang senantiasa mempertanyakan kemandegan tradisi atau adat yang membatasi ruang gerak seni dan senimannya. 
Dorongan pribadi seniman untuk berintegrasi dengan perkembangan budaya tari dan perubahan sosial budaya yang melingkupinya serta membuat koreografi baru dalam berbagai ragam, corak gaya pribadi sekaligus juga menginformasikan citra budaya yang sedang berlaku.
Perkembangan tari kontemporer di Indonesia diawali oleh karya Sardono W. Kusumo berjudul “Opera Diponegoro” (1987) sebua karya kontemporer spektakuler sepanjang masa yang tak pernah berhenti di pentaskan sejak di Taman Budaya Surakarta April 1987 hingga terakhir dipentaskan di l’Opea de Paris Maret 2009 dengan lebih dari 200 kali pertunjukan dan melibatkan 150 penari-penari terbaik seluruh Indonesia.  Sejak itu, Sardono W. Kusumo berhasil menlahirkan anak-anak didik terhebat di masa mereka masing-masing sebut saja era 90-an ada Mugiono Kasido, Miroto Martinus, Fajar Satriadi, Wahyu Widayati, Eko Supriyanto dll, sementara di era 2000-an melahirkan Nungki Nurcahyani, Indah Panca, Hanny Herlina, Sri Astuti, Lena Guslina, Ni Kadek Yulia, Danang Pamungkas dll.
Sardono W. Kusuma membagi empat tahapan dalam sebuah penciptaan tari kontemporer, yaitu :
1.     Post Figurativisme, bentuk karya baru yang mencoba menawarkan pengungkapan transformasi sosial budaya serta pandangan akulturatif terhadap perubahan juga transformasi budaya.  Secara maknawi menyajikan perupaan simbolis dari peristiwa-peristiwa yang bergayut pada akar kondisi sosial budaya.
2.     Kontemplatif Supranaural, karya tari yang mencoba merambah pada nilai spritual, renungan-renungan nilai mendalam.  Perupaan artistik dan maknawainya mencoba menjelajahi perenungan melalui simbol dan media religi atau bahkan mistis.
3.     Demo Sosialisme, karya ini cenderung mengungkap ketimpangan sosial politik dan merambah pada kritik.
4.     Komposisi, karya baru yang berpijak pada penataan dan perupaan artistik.  Lebih cenderung menyajikan ekspresi penataan gerak instrumen terkaitnya, perupaan artistik dipandang sebagai pengucapan artistik.


Tidak ada komentar:

Follow Us